Kepala Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kabupaten Kapuas Hulu, Soewignyo, mengungkapkan teknologi baru pengolahan semak belukar menjadi energi biofuel, energi yang terbarukan.
"Sejak beberapa tahun ini kami melakukan penelitian terhadap semak belukar yang ada di sekitar TNDS dan hutan lainnya agar bisa bermanfaat. Hasilnya, semak belukar dapat dimanfaatkan menjadi biofuel," kata Soewignyo, di Pontianak, Jumat.
Dari hasil penelitian tersebut, diperkirakan satu hektare lahan yang diambil semak belukarnya bisa menghasilkan uang Rp60 juta.
"Daripada setiap tahun semak belukar yang ada di Kalbar hangus dimakan api dan menimbulkan bencana asap, lebih baik dimanfaatkan menjadi biofuel," kata Soewignyo.
Ia mengatakan, pemerintah sebaiknya mengkaji kembali perluasan sawit di Kalbar, yang berorientasi menjadikan energi biofuel yang mengancam bencana alam, karena hutan habis dibabat untuk perluasan sawit.
"Lebih baik hutan yang ada dilindungi, tetapi semak belukarnya dimanfaatkan menjadi biofuel," ujarnya.
Ia menjelaskan, satu pabrik pengolahan semak belukar hanya membutuhkan 5.400 hektare yang diambil semak belukarnya dengan kedalaman dua centimeter. Sementara di atasnya dibiarkan agar menjadi pohon.
"Lebih bagus lagi pemanfaatan semak belukar di perkebunan karet sehingga petani dua kali untung. Selain memperoleh uang dari hasil penjualan karet, petani juga dapat memanfaatkan semak belukar untuk diolah menjadi biofuel," katanya.
Ia memperkirakan satu pabrik paling tidak membutuhkan lahan seluas 1.000 hektare setiap tahunnya, dengan perkiraan satu meter persegi memperoleh tiga kilogram energi biofuel.
Selain bisa menjadi biofuel, sisa pengolahan semak belukar sekitar 10 persennya menjadi air bersih, sehingga dapat dimanfaatkan untuk air minum.
"Hasil penelitian kami, air tersebut tingkat kebersihannya melebihi air kemasan yang dijual di pasar," kata Soewignyo.
Ia memperkirakan luas hutan kritis di Kalbar yang saat ini tercatat 5 juta hektare. Jika semak belukarnya diolah menjadi energi biofuel, menghasilkan uang sekitar Rp500 triliun atau setengah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Kami sudah mempresentasikan penemuan ini ke Gubernur Kalbar, tetapi belum mendapat respon," katanya.
Hingga akhir 2007, pemerintah kabupaten/kota di Kalbar telah menerbitkan info lahan seluas 4,6 juta hektare untuk perkebunan sawit. Meski info lahan yang diterbitkan amat luas, namun realisasi penanaman sawit di Kalbar baru sekitar 10% atau 400 ribu hektare, dengan jumlah petani sawit sekitar 80 ribu kepala keluarga.
Produksi Crude Palm Oil (CPO) Kalbar sebesar 800 ribu ton per tahun dengan luas lahan perkebunan yang baru produksi sekitar 200 ribu hektare.(kapanlagicom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar