Saya memang gemar sekali menggambar sejak di sekolah dasar SD Xaverius IV Palembang. Nilai menggambar saya bisa mendapat angka 9 atau 10. Cukup aneh, karena tidak tahu apa dasar penilaiannya. Ya, gak apa-apa juga. Toh, itu adalah bagian dari perjalanan hidup.
Nah, minat menggambar ini mulai berpindah jadi minat melukis sejak saya masuk SMA 3 PSKD Jakarta, karena saya sangat sering mengunjungi (tepatnya nongkrong) Taman Ismail Marzuki, dimana saat itu saya sangat sering melihat pameran lukisan dari para pelukis, baik lokal, pemula, sampai pelukis kelas dunia dan international. Ah.., impianku pun mulai muncul. Bisik hatiku: “Aku ingin jadi pelukis…” Buatku melukis adalah untuk…
Ekspresi Perasaan
Kubiarkan tanganku bergerak kesana kemari, kemanapun mau bergerak, memilih warna, mengkombinasikan warna, menghapusnya, sampai suatu saat berhenti bergerak. Bisa karena lukisan tersebut selesai, bisa juga bingung, bisa juga salah, bisa juga ngaco ha ha ha, namanya juga melukis perasaan…
Namun, saat sedang asyik-asyiknya menikmati hobi ini, sampai lupa makan minum, terdengarlah dialog orang tuaku saat masih tinggal di rumah “gubuk” jalan Kimia Ujung, Jakarta Pusat, siang hari sekitar tahun 1981 atau 1982, bahwa Mamaku kurang setuju atas nasehat Papaku untuk membiarkan aku melukis. Yang kuingat perkataan Mamaku adalah sebaiknya jangan mengambil profesi Pelukis, karena umumnya Pelukis itu miskin. Dan, saat itu kami 3 bersaudara sedang berjuang keras untuk sekolah dan memenangkan kehidupan ini. Maksudnya saat itu masih sangat miskin ha ha ha…Nah, sayangnya si Krishna muda waktu itu…
Mengambil keputusan untuk berhenti melukis
Sampai suatu saat saya akan kembali melukis jika sudah kaya. Dan, terlupalah impian ini… sampai sekian puluh tahun kemudian. Tepatnya, 2 tahun lalu, guru spiritual menyarankan saya membeli perlengkapan melukis dan mulai melukis kembali. Dalam hati saya bergumam, dari mana guru spiritual saya tahu bahwa saya suka melukis. Akhirnya, sayapun mulai melukis kembali. Tapi, hasilnya bingung, kacau, gak jelas, tepatnya ngaco he he he… Perlu waktu cukup lama untuk memahami kembali esensi melukis.
Sampai suatu saat semua lukisan saya terbakar oleh api sekitar bulan lalu, saat terjadi kebakaran di rumah tetangga… Disitulah saya mulai melukis kembali dengan gaya NO MIND, gaya gak mikir, gaya yang pernah saya lakukan saat masih SMA… Dan, thank GOD gaya itu kembali lagi…. Saya sebut saja gaya…
Coret Aja “Gaya Melukis Simbolik Unconscious”
Mengapa simbolik? Karena itulah ciri khas Unconscious, cara alam bawah sadar manusia bekerja, pake simbol, pake gambar, pake warna, pake lambang dan sebagainya… Pokoknya bebas saja dan biarkan alam bawah sadar yang melakukannya. Tangan saya biarkan bergerak bebas semaunya, juga saat memilih warna, mencampur warna, bahkan kadang menggunakan alat bantu lain yang ada disekitar saya, apa saja termasuk pisau dapur atau sendok ha ha ha…
Gaya NO MIND atau Gak Mikir ini sangat cocok untuk saya, belum tentu untuk Anda. Jadi, jangan sama-ratakan bahwa cara ini adalah cara mengoptimalkan alam bawah sadar manusia. Artikel ini hanyalah bersifat sharing atau ide saja, bagaimana saya bekerja dengan alam bawah sadar saya, untuk keperluan tertentu, misalnya melukis.
Berikut ini strategi Gaya Melukis Simbolik Unconscious
1. Belilah cat minyak, kuas dan kanvas. Sekarang Anda bisa beli semua perlengkapan ini, secara paket di TB Gramedia dan harganya cukup terjangkau. Karena tersedia cat minyak dalam 24 warna, sejumlah jenis kuas dan beberapa ukuran kanvas. Karena tujuan kita bukanlah melukis untuk profesi, tapi lebih ke ekspresi perasaan bahkan syukur-syukur bisa ekspresi batin, atau malah Jiwa…
2. Saat mau melukis, biasanya saya amati sungguh-sungguh perasaan saya saat itu, karena atas dasar inilah saya mengambil keputusan mulai melukis.
3. Lalu saya biarkan tangan saya memilih beberapa warna cat minyak. Yang lainnya, saya langsung simpan, agar pikiran saya terfokus pada rencana awal saja.
4. Saya pilih ukuran kanvas yang ingin saya lukis, saya letakkan bebas saja, bisa di penyanggah kanvas, posisi berdiri, posisi tidur atau kadang saya letakkan di lantai ha ha ha. Namanya juga NO MIND…
5. Juga biarkan saja tangan Anda memilih ukuran kuas yang mau Anda gunakan. Bebas saja, nggak ada aturannya…
6. Nah, sebelum saya menorehkan kuas yang telah diolesi cat minyak warna tertentu, saya pindahkan dulu rasa dalam diri saya ke tangan. Ini aja kuncinya…
Lalu, biarkanlah tanganmu bergerak, menari, menyapu, menekan, memaksa, melumat bahkan menghalusi bagian yang telah dilukis, biarkan… biarkan… dan biarkan… sampai terjadi sebuah karya yang mengandung makna dan rasa….
Terus lakukan dan lakukan, sampai rasa di dalam diri ini plong, lenyap, sirna dan berpindah semuanya ke kanvas lukisan. Akhirnya…
Lukisanpun siap ditandatangani…
Inilah bagian yang paling menyenangkan, akhir dari sebuah perjalanan perasaan, perjalanan batin, perjalanan jiwa atau hanya sekedar perjalanan tanpa ada arti apapun… NO MIND saja…
Berikan judul dari tulisan Anda, kadang kita ketemu judul saat awal mau melukis, kadang saat sedang asyik melukis atau kadang saat akhir melukis. Semuanya tidaklah penting, yang penting berilah judul…
Latihan yang baik untuk putra-putri
Baiksekali, Anda melatih putra-putri Anda dengan cara ekspresi ini, agar mereka mulai terbiasa dengan salah satu ide strategi dalam mengatasi perasaan diri mereka. Juga, siapa tahu saat mereka besar nanti, lukisannya bernilai jutaan rupiah, bahkan miliaran rupiah..
Mungkin juga, suatu saat nanti Anda akan menyaksikan Pameran Lukisan dari Mindset Motivator Indonesia ha ha ha… Karena memang pernah saya impikan dan dananya akan saya sumbangkan untuk anak-anak yang tidak mampun bersekolah…
Hidup ini adalah karya, walau hanya sebuah coretan…
Semoga berhikmah…
Tangerang, 15 Maret 2009 – Menyelesaikan 3 buah lukisan…
Krishnamurti – Mindset Motivator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar