Selasa, 10 Agustus 2010

Terapi Joget Sumo Untuk Gempa Bumi

oget irama gempa

Saat banyak orang panik lari tunggang-langgang keluar ruangan, dipanggung Student Center FE-UI Depok, saya malah berwaspada dengan berjoget Sumo perlahan mengikuti irama gerakan gempa, saat terjadi gempa Rabu, 2 September 2009 sekitar jam 15:00 lalu.

Hal ini malah membuat peserta yang hadir di acara Seminar UKM-CSR yang diselenggarakan oleh mahasiswa UI, bingung tapi ikutan tenang dan tetap bersiaga, tanpa rasa panik yang berlebihan. Bahkan saya tetap memberikan “ceramah” dalam suasana gempa tersebut. Sebuah pengalaman batin yang luar biasa, paling tidak buat saya pribadi.

Mengapa saya punya ide berjoget Sumo?

Cerita ini berasal dari sebuah ide terapi saat saya menjadi relawan Tsunami Aceh akhir tahun 2004 lalu. Karena umumnya mereka yang selamat dari Tsunami, mengalami trauma berat. Salah satu tantangannya adalah bagaimana mengatasi trauma pasca gempa, khususnya untuk anak-anak kecil?

Pakai Hypnotherapy, ya nggak mungkin. Wong, pejamkan mata aja membuat anak-anak berteriak panik, karena memori serem ombak menerkam, melintas kembali. Singkat cerita, datanglah teman lama saya si Ilham yang muncul tiba-tiba di benak saya, yakni berupa Game Therapy.

Untuk terapi anak-anak, kuncinya adalah bermain. Ide dasar ini sebenarnya berawal dari DR. John Grinder pencipta New Code NLP yang saya ikuti di Kuala Lumpur, sekitar awal tahun 2005 lalu. Rupanya program ini masih ter-install di otak saya he he… Dan, ternyata lumayan berguna…

Sebelum kita membahas ide “Terapi Joget Sumo”, marilah sedikit kita kupas…

Mengapa kita bisa panik?

Karena di otak kita tidak (baca: belum) punya strategi yang tenang untuk mengatasi situasi yang mengejutkan, selain strategi panik, ngacir dan teriak-teriak. Jika kita memiliki beberapa strategi mengatasi situasi yang mengejutkan, maka kita akan tetap tenang dan tetap siaga.

Saya teringat saat masih bekerja sebagai IT Manager sekitar 10 tahun lalu, saat itu saya berada di lantai 6 di gedung tempat saya bekerja. Karena hampir seluruh lantai adalah milik Konglomerat tempat kami bekerja, jadi umumnya kami saling kenal, paling tidak saling tahu satu sama lain.

Nah, yang membuat saya shok adalah saat terjadi gempa, seluruh teman saya ngacir menyelamatkan diri lewat tangga darurat tanpa memikirkan orang lain. Bahkan, salah seorang pejabat tinggi, tega menginjak bawahannya untuk secepatnya turun tangga. Sungguh mengerikan. Seorang teman yang hamil, bahkan ditinggalkan begitu saja.

Waktu itu, saya memilih untuk mengajak teman-teman kerja saya untuk tenang dan memilih berlindung di samping meja atau lemari yang kuat, karena saya tahu teori bagaimana mengatasi gempa.

Namun, umumnya orang panik luar biasa. Setelah selesai gempa, barulah para “bos” tersebut malu dengan “kelakuannya” tadi. Nginjek temen (baca: bawahan atau anak buah) nih yeee he he…

Teman-teman sekerja saya panik dengan gempa, saya “panik” lihat kelakukan para “Bos” saya ha ha ha…

Nah, bagaimana agar kita tetap tenang saat mengalami gempa? Otak kita perlu di-install program yang merespon tenang dan tetap waspada. Bagaimana caranya? Mudah saja…

Tahap awal: Buang dulu semua trauma terkejut

Ya, program Terapi Joget Sumo hanya bisa aktif dan efektif, bila program yang lama dibuang dulu. Cara yang paling mudah dan sederhana adalah meniupnya jauh-jauh sampai hilang.

Begini urutannya:

1. Pikirkan kembali sebuah pengalaman yang membuat Anda sangat terkejut. Bagaimana respon Anda? Apa yang Anda rasakan? Ada dimana gambarannya di benak Anda? Di depankah, di kirikah, di kanankah, di belakangkah atau dimana?

2. Bersyukurlah bila ketemu he he, karena banyak orang sering bingung dimana dia meletakkan trauma masa lalu dalam hidupnya.

Lalu, tarik nafas yang dalam, tahap selama mungkin dan hembuskan nafas Anda melalui mulut, sekeras-kerasnya untuk mendorong, untuk membuang, untuk menyingkirkan segala gambaran, segala pengalaman trauma terkejut tersebut.

Ulangi, langkah nomor 2 ini, sampai trauma tersebut benar-benar kabur dari benak Anda.

3. Setelah selesai, bernafaslah semakin perlahan dan sangat perlahan…

4. Jika memungkinkan, petiklah hikmah dari kejadian trauma tersebut. Misal: menyebutkan dalam hati: “Allah Maha Besar”

Hanya begini saja caranya? Ya, semudah itu saja. Gak percaya, ya nggak apa-apa ha ha ha… (jadi ingat tawanya Mbah Surip)

Catatan:

1. Bagi Anda yang mau jadi relawan untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang mengalami trauma akibat gempa, gunakan saja teknik sederhana di atas. Sangat mudah. Kuncinya ada di sikap saja. Akhlak dan niat tulus saja yang menentukan keberhasilan teknik yang sungguh sangat sederhana ini yakni:

“Berikan Hatimu… Maka engkau akan temukan jawabannya disana…”

Demikian teringat pesan Mbah saya, Bapak Uskup Sinaga dari Medan, saat kami jadi relawan Tsunami disana…

2. Usahakan untuk berdoa dulu, minta kuasaNYA, minta ijinNYA, minta restuNYA sebelum melakukan terapi di atas. Bagaimanapun kita hanyalah alatNYA saja… Biarlah kita hanya jadi saranaNYA saja…

Tahapan Install Terapi Joget Sumo

Nah, sekarang mari kita meng-install program “Terapi Joget Sumo”, begini idenya. Tapi sekali lagi, ide ini pas untuk saya dan anak-anak yang pernah kami terapi baik saat Tsunami Aceh ataupun Gempa Jogja, semoga bisa pas juga untuk orang banyak. Semoga aja yaaa…

1. Buat posisi Anda atau klien Anda, yaitu anak-anak seperti posisi orang mau beradu Sumo.
2. Hentakan perlahan kaki kiri, lalu hentakan perlahan kaki kanan. Ulangi hentakan, kaki kiri… hentakan kaki kanan… Kaki kiri… Kaki kanan… terus ulangi dan ulangi, kecepatan hentakan bisa dibuat makin cepat dan makin cepat.
3. Saat hentakan kaki, kepala boleh ikut bergoyang mengikuti arah langkah. Kaki kiri dihentakan, kepala bergoyang juga ke kiri… Gerakan Sumo ini, boleh dibuat menjadi lucu dan gembira.
4. Setelah kira-kira Anda atau klien Anda dalam situasi yang asyik, barulah masukan ke dalam benak Anda atau klien Anda, kalimat sugesti berikut: “Gempaaa Bumiii… gempaaa bumiii…”. Ulangi dan ulangi, sampai terasa biasa saja.
5. Terus lakukan, sampai Anda atau klien Anda yang mengatakannya sendiri kalimat sugesti tadi: “Gempaaa Bumiii… gempaaa bumiii…”
6. Amati dan amati, baik sekali jika sudah terasa nyaman, kecepatan menyebutkan kalimat sugestinya diucapkan lebih cepat, seperti: “Gempa bumi!!! Gempa bumi!!!”
7. Menarik dan uniknya, traumapun langsung “plooong” lenyap. Demikian pengalaman saya selama ini dalam menangani saudara-saudara yang mengalami trauma gempa.

Pelajari dan kuasai teknik sederhana di atas, sampai menjadi seperti bermain. Dan, bisa Anda gunakan untuk diri saya sendiri, juga untuk membantu orang lain.

Pengalaman Gempa di Apartemen lantai 20

Pernah saat mau tidur di suatu malam, terjadi getaran gempa. Sebenarnya biasa saja, namun karena saya sedang berada di sebuah apartemen lantai 20, ceritanya menjadi lain, tauk! Sereeem juga ha ha ha…

Para penghuni apartemen panik, berteriak, histeris dan berlari turun melalui lantai. Wow, perlu puluhan menit untuk tiba di lantai dasar, bukan? Malah, kalau benar terjadi runtuh, kecil kemungkinan saya bisa “mendarat” dengan selamat di tanah, bukan? Demikian saran benak saya he he…

Lalu, apa yang saya lakukan?

Saya hanya ikut bergoyang mengikuti kemana goyangan gempa saja, sambil tetap berbaring di ranjang. Lalu, saya hanya berdoa pasrah dan pasrah. Jika aku harus kembali kepada Dia yang memiliki nafas ini, biarlah saya kembali dalam keadaan berdoa…

Ah, maaf. Saya hanya berbagi perasaan saja. Nggak usah sedih he he… Ini hanyalah sedikit cerita saja. Entah kenapa, saya teringat pada sebuah syair yang saya tulis saat dalam perjalanan di bus malam dari Pontianak menuju kota Sintang, di pedalaman Kalimantan Barat. Saat itu mungkin sekitar jam 2 atau 3 pagi dini hari.

Syair itu mengajak berandai-andai bagaimana bila terjadi hari terakhir itu? Semoga bisa menjadi obat dari kepanikan diri ini dan juga semoga memotivasi yooo…

Ijinkan aku kembali

Ah, kadang aku suka berandai
Ya, hanyalah berandai-andai saja
Akan kujawab apa saat dipanggil Nya?

Bolehkah kujawab ijinkan aku kembali
Banyak hal yang belum kuselesaikan
Banyak hal yang masih kusia-siakan
Banyak kelalaian yang belum kubayar

Ijinkan aku kembali
Banyak keliru yang belum kuperbaiki
Banyak kotoran yang belum kubersihkan
Banyak debu yang belum kusapu

Ijinkan aku kembali
Aku malu dengan diriku
Aku lalai dengan misiku

Ijinkan aku kembali
Semoga masih ada waktu kedua
Ya, hanya semoga

Pontianak, 20 Agustus 2009
Krishnamurti – sedang di bus malam menuju Sintang

Harapan cerita

Demikian syair yang saya tulis dengan Black Berry saya malam itu, sebenarnya lebih untuk refleksi diri saya sendiri saja. Karena saya sulit tidur di bus malam saat itu, namun yang terus muncul dalam diri saya adalah reflektif dan reflektif…

Semoga syair ini bisa membangkitkan diri Anda juga, untuk terus berkarya dan berkarya bagi sesama. Berbagi dan berbagi. Berbuat kebenaran dan kebenaran.

Terus menebar energi bersih bagi kehidupan ini. Sehingga saat ada gempa kembali, Anda tenang menghadapinya. Karena sudah siap…

Palembang, 3 September 2009

Krishnamurti – di pesawat terbang dari Jakarta menuju Palembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar