Senin, 09 Agustus 2010

Ilmu Menclok Cara Berempati Terhadap Masalah

Oleh Teddi P Yuliawan

Sudah hampir 8 tahun sejak saya pertama kali belajar mengemudi mobil.Tiga tahun di antaranya benar-benar mengemudi setiap hari, dengan jarak tempuh 60 km pulang pergi setiap harinya. Maka hampir 4 jam setiap hari saya berada di jalanan, menyelami kemacetan bersama Si Ceri—nama untuk mobil Daihatsu Ceria kami.

Ada begitu banyak pelajaran berharga, sebanyak jenis peristiwa yang acapkali saya alami. Macet, disenggol mobil lain, diserempet sepeda motor, dipotong secara tiba-tiba, dll. Itu yang kurang enaknya.

Loh, kok kurang enak? Katanya NLPers itu bisa mengendalikan pikiran dan perasaannya? Jadi semua hal itu enaaaak.

Hehehe…memangnya NLPers nabi? Lah, nabi juga bisa kesal.

OK, lanjuuut.

Sisi lain, saya pun cukup banyak menemui berbagai fenomena kebijaksanaan di jalan, yang membuat saya berpikir ulang tentang, “Mengapa Tuhan mengatur saya untuk hidup di Jakarta nan padat ini?”

Nah, kali ini saya hanya ingin fokus saja, bercerita tentang cara mudah untuk menikmati berbagai kejadian yang “mengesalkan” di jalanan. Kata tersebut sengaja saya beri tanda kutip sebab “kesal” memang sebuah pilihan. Mau kesal atau tidak, yang penting dapat hikmah.

Ya, saya sebut tips ini sebagai tips “Menclok”. Bagi Anda yang belum familiar dengan istilah ini, ‘menclok’ adalah kata lain dari melompat, alias nangkring dalam bahasa Jerman. Hehehe…

Teknik ini memungkinkan kita untuk belajar empati sekaligus menikmati kondisi jalanan.

Kok bisa?

Yuuuk…

Anda pernah diserobot di jalanan yang membuat Anda benar-benar kaget dan kesal? Baguuus. Nah, sementara Anda memikirkan diri Anda yang sedang kesal, sekarang, apa yang Anda pikirkan?

Aha, tepat sekali! Yak, benar, seperti itu.

Nah, saya kurang tahu persis bagaimana Anda akan melakukannya sebentar lagi. Yang pasti, Anda dan pikiran Anda yang lebih tahu. Yaitu, sambil Anda memperhatikan gambar orang yang menyerobot Anda tersebut, Anda boleh KELUAR dari diri Anda, dan masuk ke dalam diri orang tersebut, SEKARANG!

Yak, baguuus. Anda sudah melakukannya dengan baik. Well, Anda baru saja menyerobot seseorang, bukan?

Anda boleh bertanya pada diri Anda, apa tujuan Anda melakukan hal tersebut?

Apa sebenarnya yang sedang terjadi sehingga Anda begitu terburu-buru?

Apa hal yang jika orang yang baru saja Anda serobot tahu, maka ia pasti mengerti?

Pikirkan sejenak, dan rasakan, sepenuhnya.

Bukankah ada sebuah sensasi ‘aneh’ dalam diri Anda? Sebuah sensasi yang mungkin belum pernah Anda rasakan sebelumnya.

Nah, sementara Anda MEMBAWA sensasi ini, Anda boleh KELUAR dari diri Anda, dan MASUK kembali ke dalam diri orang yang Anda serobot, SEKARANG!

Aha! Selamat datang kembali!

Jadi, Anda tadi diserobot ya? Bagaimana perasaan Anda, sekarang? Bagaimana rasanya sensasi dalam diri Anda ketika memikirkan kejadian tadi itu?

Nah, bukankah Anda menyadari adanya sesuatu yang berbeda?

Baguuuus! Anda sudah melakukannya dengan baik. Lalu, kemana perginya perasaan kesal itu tadi?

Hehehe…

Ah, saya tidak percaya jika ia hilang begitu saja. Anda bisa saja memunculkannya kembali, namun saya yakin Anda tentu lebih memilih sebuah perasaan yang Anda bisa menikmatinya, kan?

Well, saya sendiri dulu sempat berpikir, mengapa begitu banyak sepeda motor di Jakarta yang seenaknya berkendara? Seolah jalanan adalah milik mereka sendiri?

Ya, dulu. Sampai akhirnya saya pun paham, karena saya memang wajib bayar pajak. Dan katanya pajak itu untuk membangun jalan. Maka artinya memang saya yang punya jalan. Hehehe… Tentunya bersama orang-orang lain juga.

Hal yang sama pun baru saja saya alami kembali 2 hari yang lalu, ketika Si Ceri dirawat di bengkel, sehingga kami berangkat kantor bersama Si Bito—nama untuk sepeda motor Honda Beat kami. Betapa jalanan yang padat memang melelahkan, panas, dan harus full konsentrasi agar bisa selamat. Maka tidak mengherankan ketika banyak pengendara sepeda motor sebenarnya sedang kelelahan di jalan, dan ingin segera menikmati indahnya rumah. Belum lagi jika ternyata ada keluarganya yang sedang sakit, atau ia sedang sakit perut dan kebeleeeet sekali, atau ada sebuah urusan yang menyangkut masa depannya, dan jutaan kemungkinan lain.

Demikianlah, beberapa hikmah yang saya temukan dengan teknik “Menclok”. Dan tentu tidak saja untuk urusan di jalanan. Saya seringkali menggunakannya dalam sebuah meeting, ketika ia berjalan belum sesuai harapan saya. Alih-alih kesal yang berdampak pada buntunya ide, maka saya pun “Menclok” sebentar sambil mengikuti jalannya pembicaraan. Alhasil, orang lain yang mulanya juga kesal, gara-gara melihat saya senyum-senyum, akhirnya pun turut tersenyum pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar